Baca Juga
Tubuhnya begitu kurus, mungil, dan tampak terkulai lemas. Lahir dengan nama lengkap Davino Rasyid Andriansyah, bayi berusia 18 bulan itu harus menerima kenyataan pahit, setelah didiagnosa dokter menderita penyakit sirosis.
Penyakit sirosis menyebabkan organ hati Vino tak bisa berfungsi secara normal seperti manusia pada umumnya. Ia memang sudah terlihat beda sejak lahir. Warna matanya tampak begitu kuning.
Saat ditanyakan ke dokter, kelainan semacam itu bisa disembuhkan dengan cara berjemur dan asupan sayur-sayuran. Tetapi berselang tiga bulan, kondisi Vino tak kunjung membaik, bahkan terus menurun.
Karena kondisinya semakin memburuk, Vino lantas dibawa menuju RSUD Tidar Magelang. Awalnya, dokter mengatakan kalau ia menderita kolestasis atresia.
Tetapi setelah dirujuk ke RSUP Sardjito Yogyakarta, selang beberapa hari kemudian penyakit di tubuhnya sudah semakin parah dan dinyatakan positif terjangkit sirosis.
Vino berasal dari keluarga yang bisa dibilang tidak mampu secara ekonomi. Ayahnya, Andri Susanto (33), berprofesi sebagai sopir tembak truk pasir, dengan penghasilan yang tidak menentu.
Sementara ibunya, Siti Zulaikah (31), adalah mantan pembantu rumah tangga, yang sekarang tak dapat bekerja lagi karena harus merawat Vino.
Dengan perekonomian serba pas-pasan, keluarga yang tinggal di Dusun Kledok RT 02 RW 11, Desa Bondowoso, Kecamatan Mertoyudan, Kabupaten Magelang itu masih harus menghidupi dua orang anak.
Vino memiliki satu kakak perempuan bernama Ririn Rismawati (9) yang masih duduk di bangku sekolah dasar.
Saat dikunjungi Tribun Jogja, Rabu (19/7), Siti tak henti-hentinya membelai kepala bayi mungil yang dikasihinya itu. Setali tiga uang, penyakit parah yang diderita Vino tak lantas mengurangi kecintaan Ririn pada adik kandungnya itu.
Beberapa kali, Ririn tampak mengecup dahi Vino yang terkulai lemas di gendongan sang ibu.
"Saat masuk RSUP Sardjito, kata dokter penyakitnya sudah sampai sirosis, lebih akut dan parah. Disuruh kontrol rutin, satu bulan sekali. Tapi, terus terang kami tak sanggup, karena keterbatasan biaya," ujar Siti.
Seiring berjalannya waktu, kesehatan Vino mendapat sedikit harapan ketika dokter yang menangani mengizinkannya untuk kontrol di RSU Muntilan, dengan biaya ditanggung BPJS.
Kebetulan, di rumah sakit setempat juga menyediakan obat-obatan yang sama. Tetapi, setelah melewati beberapa kali fase pemeriksaan, kondisinya tetap tak membaik.
Bahkan, lebih tragis lagi, dokter memvonis penyakit Vino tidak bisa disembuhkan, kecuali lewat jalan cangkok hati. Namun, biaya yang dibutuhkan untuk operasi itu teramat mahal, yakni mencapai Rp 1,3 miliar.
Sementara pihak BPJS menyatakan angkat tangan, tak sanggup membiayai keseluruhan, dan hanya bisa mengucurkan Rp 300 juta.
"Terus terang kami ingin Vino sembuh dan tumbuh seperti anak-anak lain. Tapi, dengan biaya cangkok hati yang semahal itu, tentu saja kami tidak mampu," terang Siti.
Perasaan sang ibu pun semakin tersayat, ketika dokter mengatakan kondisi Vino bakal semakin menurun seandainya tidak segera menjalani cangkok hati.
Benar saja, kondisi Vino terus memburuk. Belakangan, ia sering mengalami gangguan pernafasan. Akibatnya, pada Jumat (14/7) lalu, ia kembali dirujuk ke RSUP Sardjito.
Sempat menjalani rawat inap, Vino akhirnya diperkenankan pulang ke rumah pada Selasa (18/7), meski nafasnya masih sedikit tersengal-sengal.
Di bagian lengan dan kakinya pun belum hilang bekas jarum infus. Di hidungnya pun terpasang selang sonder yang berfungsi untuk menyalurkan susu ke tubuhnya.
Tubuh mungilnya tampak lemas tak berdaya. Beberapa kali, Vino merengek dan menangis di gendongan ibunya.
Selain mengonsumsi asi dan bubur, Vino diharuskan pula mendapat asupan susu formula khusus, dengan harga Rp 260 ribu per kaleng ukuran 400 gram. Tergolong mahal untuk ukuran keluarga yang terbatas dari segi ekonomi.
"Susu satu kaleng cukup untuk konsumsi selama satu minggu. Memang cukup berat, karena buat kebutuhan sehari-hari saja kami harus memeras keringat," ucap Siti.
Vino sebenarnya tumbuh layaknya bayi normal dalam enam bulan awal. Saat memasuki usia satu tahun pun ia sudah bisa berdiri. Tetapi, ketika kondisnya semakin menurun, pertumbuhannya pun turut melambat.
Bahkan, berat badannya kini hanya 6 kilogram, jauh dari berat badan ideal bayi seusianya, sekitar 9-10 kilogram. "Sekarang buat berdiri saja kakinya gemetaran, tidak kuat lagi," tutur Siti.
Dengan kondisi yang menerpa anak keduanya itu, sang ibu hanya bisa pasrah dan berharap yang terbaik.
Sebab, selain biaya yang teramat mahal, dokter juga sempat menyatakan kalau cangkok hati dibutuhkan proses yang panjang, karena harus melewati seleksi, terkait dengan kecocokan organ yang hendak dicangkokkan.
"Kalau ada orang baik hati yang mau membiayai operasi Vino, saya terima, alhamdulillah. Tapi, kalau memang tidak ada, saya hanya bisa pasrahkan pada Allah. Sebagai ibu, saya pasti berjuang semaksimal mungkin untuk kesembuhan Vino," tandas Siti.
KASIHAN, Bayi 18 Bulan Menderita Sirosis Harus Jalani Cangkok Hati Rp 1,3 Miliar
4/
5
Oleh
Admin